#MeratapiNasib: Aku Yang Sering Gagal di Depan Garis Finish

 

Masuk seleksi penerimaan karyawan Wardah dan gagal di tahap wawancara.
Gagal lulus sebagai karyawan Bunas Finance Indonesia di tahap wawancara.
Berada di urutan ke-22 ujian CPNS, padahal yang diambil adalah rangking 1 sampai 21.
Gagal lulus seleksi tahap akhir petugas Sensus Penduduk 2020.


Semua kegagalan itu aku alami menjelang garis finish. Aku pikir kegagalan semacam itu hanya terjadi dalam drama atau film fiksi saja. Eh ternyata bisa terjadi di dunia nyata dan aku yang mengalaminya, lucu sekali dunia ini. Entah bagian mana yang salah dari diriku sampai sering gagal di depan garis finish. Atau mungkin aku memang belum pantas berada di sana.

Urusan akademis, mungkin aku bisa diadu dengan yang lain. Tapi rasanya ada banyak hal yang salah dengan kemampuanku di bagian lain. Banyak hal yang tanpa sepengetahuan ku menjadi penghalang aku untuk pantas diterima di suatu tempat. Rasanya aku semakin tak percaya diri setelah banyak mengalami kegagalan.

Ribuan "harusnya" dan "kalau saja" selalu muncul begitu tahu aku gagal. Penyesalan akan mengikuti ku selama berhari-hari setelah gagal. Aku juga akan kembali tertidur dengan perasaan kecewa atas diri sendiri usai gagal. Siklus ini sudah sering aku rasakan, sampai mulai terbiasa berada bersamanya.

Tapi kalau dipikir lagi, siapa juga di dunia ini yang tak pernah gagal? Sekecil apapun, pasti orang-orang pernah merasakan kegagalan. Jadi gagal adalah sebuah kata umum yang bisa terjadi kepada siapapun, termasuk aku. Jatah gagal setiap orang juga berbeda, aku mungkin memiliki jatah gagal yang lebih banyak.

Meski aku sadar akan semua itu, tapi tidak akan pernah mudah bagiku untuk menerima kegagalan. Aku kadang tidak sanggup menyampaikan kabar gagal kepada orang tuaku. Berat sekali mengabarkan bahwa apa yang aku usahakan tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Am I a failure?

Berbagai cara aku lakukan untuk mengobati rasa kecewa setelah gagal. Yang paling dasar adalah mendengarkan lagu dengan lirik yang kiranya menggambarkan perasaanku. Kemudian aku berusaha untuk memantaskan diri, entah bagaimana caranya. Dan juga berdiam diri sambil merenungi semuanya sampai bosan.

Aku sebenarnya mau memberikan tips untuk bisa melewati kegagalan dengan baik, tapi masih tidak bisa. Aku saja masih belum bisa melakukannya, masa mau mengajari orang lain. Menurut ku selama kita bisa kembali menjalani hidup dan memperbaiki diri setelah gagal, itu sudah baik. Tidak ada yang sudah ahli sejak awal bukan?

Dari tadi aku terus menyebut "aku" karena memang itu subjek utama dari postingan ini dan semua yang ada di blog ini. Sejauh ini masih belum ada subjek lain yang ingin aku ceritakan, selain aku. Semoga subjek itu tidak membuat siapapun bosan mendengarkan dan membaca cerita di sini. Semoga saja ya.

Komentar

  1. Just like the title of your short story, you are precious. <333

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Emosional Film 'The Shameless' (Peringatan! Spoiler Di Mana-Mana)

Random Bahas Drama 'The Fiery Priest', Because Why Not?

6 Lagu Lewis Capaldi Favoritku Selain 'Before You Go'